Royal Golden Eagle

Royal Golden Eagle


Yayasan yang Didirikan Sukanto Tanoto Melahirkan Guru-Guru Kreatif
Image Source: Tanoto Foundation (http://www.tanotofoundation.org/education/id/2018/03/agus-wagio-guru-kreatif-di-sekolah-mitra-tanoto-foundation/)
Bisa dibilang Sukanto Tanoto telah meraih segalanya dalam dunia bisnis. Ia mampu mengembangkan RGE dari perusahaan skala lokal menjadi korporasi kelas internasional dengan aset mencapai 18 miliar dolar Amerika Serikat.

Namun, kesuksesan itu tidak membuatnya lupa akan sekitar. Ia justru semakin peduli terhadap keadaan pihak lain. Hal itulah yang mendorongnya untuk mendirikan Tanoto Foundation.

Secara resmi, Sukanto Tanoto dan istrinya, Tinah Bingei Tanoto, mendirikan yayasan nirlaba tersebut pada 2001. Namun, ia telah merintisnya sejak 1981 dengan membangun sekolah untuk anak-anak karyawan perusahaannya di Besitang, Sumatra Utara.

Dari situ mulai terlihat bahwa Sukanto Tanoto menaruh perhatian khusus terhadap pendidikan. Tak heran, salah satu kegiatan utama Tanoto Foundation ada di bidang tersebut.

Ada banyak jenis kegiatan Tanoto Foundation dalam sektor pendidikan. Salah satunya ialah peningkatan kualitas guru agar proses belajar-mengajar semakin menyenangkan dan bermutu.

Dalam upaya tersebut, Tanoto Foundation menggelar berbagai program pendampingan untuk mendongkrak kualitas guru. Salah satunya ialah kegiatan yang dinamai Lesson Study.

Secara garis besar, Lesson Study adalah proses pengembangan profesi yang dilaksanakan oleh guru dengan cara mengamati dan menguji praktik pembelajaran secara teratur. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dalam kegiatan mengajar.

Di dalam Lesson Study terdapat berbagai tahap, yakni dimulai dari perencanaan (plan) yang disusul oleh observasi (do), dan refleksi (see). Di tahap pertama, guru menyusun perencanaan pembelajaran. Selanjutnya, seorang guru model melaksanakan praktik mengajar berdasar rencana yang sudah dibuat. Saat itu, guru lainnya melakukan pengamatan.

Setelah itu, tahapan refleksi dilakukan. Guru-guru kemudian dikumpulkan untuk melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran yang sudah berlangsung.

Lesson Study dilakukan oleh Tanoto Foundation di berbagai tempat. Salah satunya di kawasan Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pada Oktober hingga November 2017, para guru di sana dilatih untuk mengembangkan kemampuannya lewat program yang berasal dari Jepang tersebut.

Kegiatan Lesson Study itu diikuti oleh 16 guru dari delapan sekolah di Kecamatan Tungkal Ulu. Sistem giliran dilakukan. Setiap sekolah menjadi tuan rumah sebanyak dua kali.

Awalnya para guru merasa canggung ketika melaksanakan perencanaan, observasi, hingga refleksi. Ada yang tidak merasa percaya diri. Namun, setelah melaksanakan, para guru menjadi sadar bahwa ada manfaat besar di baliknya.

“Ternyata menjadi guru model itu menyenangkan dan tidak menyeramkan seperti yang saya bayangkan. Kalau ada pendampingan seperti ini, kerja guru lebih mudah. Saya jadi lebih percaya diri mengajar sekarang,” kata Desti Eka Fitri, guru model dari SDN 09/V Pelabuhan Dagang, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Lesson Study yang dijalankan oleh yayasan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto tersebut ternyata mampu mendongkrak kreativitas guru dalam mengajar. Kelas yang mereka pegang menjadi lebih hidup. Para siswa senang karena belajar terasa menyenangkan. Ujung-ujungnya materi pelajaran bisa diserap dengan cepat.

Selain Lesson Study, Tanoto Foundation juga menggelar pelatihan sistem belajar kontekstual. Para guru diajari untuk memanfaatkan kondisi di sekitarnya untuk mengajar. Selain itu, mereka dilatih untuk membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dengan menggunakan apa saja yang ada di sana.

GURU SEMAKIN KREATIF
Image Source: Tanoto Foundation (http://www.tanotofoundation.org/education/id/2018/04/inspirasi-kartini-masa-kini-dari-jambi/)
Dukungan seperti itu terbukti berdampak positif. Kreativitas guru meningkat sehingga kualitas penyampaian materi pelajaran ikut membaik. Ini dirasakan secara nyata oleh Agus Wagio. Guru di SDN 180/V Lampisi, Kecamatan Renah Mendaluh. Ia merasa kemampuannya dalam mengajar semakin baik.

Hal itu ditandai dengan kemampuan merancang metode belajar yang menyenangkan. Salah satunya dengan membuat sarana pembelajaran menarik seperti Dakota.

Dakota merupakan kependekan dari Dakon Matematika. Lewat sarana pengajaran ini, Agus ingin mengajak murid-muridnya belajar sembari bermain,. Patut diketahui, dakon merupakan salah satu alat bermain tradisional yang dikenal pula dengan nama congklak.

Dengan Dakota, Agus bisa membuat murid-muridnya lebih mudah menghitung faktor persekutuan terbesar dan kelipatan persekutuan terkecil. Hal ini ternyata terbukti efektif. Para siswa mampu menerima pelajaran dengan mudah.

Kemampuan mengajar dengan kreatif yang dimiliki Agus dikenal oleh banyak pihak di daerahnya. Ini membuat para guru di wilayahnya memilih Agus sebagai Ketua Kelompok Kerja.

Agus sadar kualitas mengajar para guru di wilayahnya masih rendah. Ia pun ingin membantu sesama guru lain untuk mendongkrak kemampuan. Maka, Agus mengagas pelaksanaan program Lesson Study untuk para guru di kawasan Renah Medaluh.

Selain Agus, ada guru lain yang tak kalah kreatif. Ia adalah Peni Herma Wirda, staf pengajar di SDN 52/V Pematang Pauh, Kecamatan Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Bu Peni, demikian ia biasa disapa, rupanya menjadi idola murid-muridnya. Belajar bersamanya terasa selalu menyenangkan. Hal itu dikarenakan ia menerapkan metode pembelajaran di ruang kelas yang membuat murid-muridnya bersemangat dalam mengikuti pelajaran.

Peni bisa seperti itu karena mendapat pelatihan dari Tanoto Foundation. Karena sekolahnya merupakan mitra yayasan yang didirikan oleh pengusaha Sukanto Tanoto tersebut, ia mendapat pelatihan mengajar kreatif. Itu yang menjadi bekal bagi Peni untuk mengajar dengan menyenangkan.
Berbagai kegiatan seperti Lesson Study dan sistem belajar kontekstual dipayungi oleh Tanoto Foundation dalam satu kegiatan utama. Mereka menamainya sebagai Pelita Guru Mandiri.

Secara garis besar, Pelita Guru Mandiri hadir sebagai upaya untuk mengangkat kompetensi dan kualifikasi para guru. Tanoto Foundation hadir ke sekolah-sekolah secara langsung. Di sana mereka melatih guru dengan beragam keterampilan mengajar seperti sistem pembelajaran kolaboratif, kontekstual, maupun teknik-teknik pengelolaan kelas.

Kegiatan itu rutin dilakukan oleh Tanoto Foudation. Mereka pun mengunjungi sekolah untuk melakukan pendampingan secara berkala. Dengan ini, selain kualitas guru meningkat, banyak pula guru yang mampu berkembang menjadi fasilitator dan mampu melatih guru lain.

Hingga Desember 2015, tercatat ada 230 guru yang bertindak sebagai peer educator yang bisa melatih sesama guru. Guru-guru tersebut digabungkan ke Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). Penggabungan ini bertujuan supaya guru yang tidak berpartisipasi secara langsung dalam pelatihan Tanoto Foundation tetap bisa menerima manfaat keterampilan dan pengetahuan yang diajarkan.

Untuk menjaga kualitas peer educator, Tanoto Foundation memberikan pelatihan penyegaran setiap tahun. Selain itu, guru yang berpartisipasi dsalam pelatihan, didorong untuk membentuk kelompok berdasarkan lokasi terdekat atau cluster. Hal ini memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dan bertukar ide bagaimana menerapkan peningkatan kualitas di sekolah masing-masing.

Hingga Desember 2015, program Pelita Guru Mandiri telah berhasil menjalin kerja sama dengan 215 sekolah. Kegiatan ini pun sudah melatih lebih dari 2.200 kepala sekolah dan guru. Selain itu, ada 151 guru yang mendapat beasiswa.

Tak heran, saat ini semakin banyak guru di kawasan Sumatra Utara, Riau, dan Jambi yang kreatif dalam mengajar. Hal itu tak lepas dari konsistensi dukungan yayasan yang didirikan Sukanto Tanoto itu dalam mengembangkan kemampuan pengajar.

Anda mungkin menyukai postingan ini